Malam ini sangat panas. Setiap kalor yang dihasilkan oleh daya membuat diriku seakan dicengkeram. Suhu ruangan yang setiap detik meningkat. Membuat oksigen melayang-layang di atas kepalaku. Dinding-dinding kamar yang kokoh, langit-langit kamar yang sulit dijangkau. Kini, ku sulit bernafas. Mencari segumpulan udara. Aku ingin oksigen masuk ke dalam otakku, agar otak ini dan dicuci bersih. Setiap tetesan air mata yang mengalir melembabkan pipiku. Otakku yang mulai dipaksakan untuk terus berpikir. Mataku yang tak kalah capainya hingga terkadang menghasilkan penglihatan yang kabur. Telinga yang mulai mendengung. Tubuh yang kaku, hampir saja tubuh ini remuk. Jari-jari kaki dan tanganku yang sulit digerakkan. Hemm, aku ingin tidur. Terlelap dalam serangkaian mimpi. Saat itu, jam diHpku hampir menunjukkan pergantian hari, pukul 23.31 WIB. Aku masih terduduk di atas tempat tidur. Aku ingin beristirahat. Merebahkan tubuhku ke atas spring bed. Memejamkan mata, menutup telinga, menghentikan gerakkan tangan dan kaki. Merefleksikan otak, namun ku tak dapat melakukan semua hal tersebut. Aku masih saja menatap benang rajutanku, memulai aktivitas merajut. Tapi, gagal. Telah beberapa kali, ku belajar mengolah benang itu, namun hasilnya tetap sama. Seperti halnya anak balita yang mulai belajar berjalan. Proses demi proses dilewatinya agar ia mudah berjalan bahkan melompat tinggi. Ah... mulai hilanglah kesabaranku, emosiku mulai meningkat tak stabil. Dan tetesan itu mengalir lagi. Apa yang harus ku lakukan? Tapi sanggupkah aku bertahan mencoba bersabar?
Keheningan malam itu tetap menjadi impianku. Aku ingin suara yang mengganggu tak ada lagi. Aku ingin ketenangan. Benang rajutan itu telah tergeletak di sampingku. Kapasitas kepalaku tak mampu untuk menambah warna-warni kehidupan. Waktu terus berlari hingga pukul 23.42, aku belum saja berbaring. Masih mendengarkan merdunya saxofon, ditemani piano, dan alunan suara yang bening melembutkan hatiku. Melodi yang melingkar-lingkar dibenakku, menneduhkan suasana hatiku saat itu. Lahu klasik terus mengiang ditelingaku melalui earphone. Tangan kiriku yang menjadi penopang kepalaku sambil memandang lurus ke depan. Kondisi tubuhku semakin parah.
Bintang-bintang tak kelihatan lagi, hanya bulan yang sanggup bertahan. Aku tak tahu lagi, setelah ku luapkan isi hatiku pada-Nya dan menceritakan seluruh kegelisahanku, akhirnya tak tahu kapan diriku terlelap. Terakhir kalinya, ku melihat jam diHpku menunjukkan pukul 00.05. Dan mulai bermimpi. Hingga sang surya menjemput pagi. Sampai akhirnya diriku harus kembali ke sekolah. Menikmati keajaiban hidup ini.
Makasih Bapaku yang sangat baik:)