Sadari kecil,
aku tak tak pernah tahu apa yang menjadi minatku.
Aku tak mengerti apa yang ku pinta.
Aku tak paham apa harapku.
Dulu...
Aku terlalu polos untuk melihat keajaiban alam.
Mengulum senyum saat menatap langit malam.
Entah sudah berapa bintang yang ku kagumi.
Namun aku belum menetapkan bintang-ku secara pasti.
Beberapa bulan pun berlalu.
Aku masih saja bermain di kebun belakang rumah (Palu, SulTeng)
Sambil memperlihatkan pipi gembul, mata agak sipit, rambut serta poni hitam pendek.
Aih... Sebegitu mungilkah diriku saat itu?
Oh... tap... tap... langkah-langkah kecilku mulai terhimpun.
Senyum kasih mama dan papa selalu menyelimutiku.
Beliau telah begitu banyaaaak mengajariku banyak hal.
Dari yang sederhana hingga hal-hal yang tak mampu ku jangkau.
Tapi, beliau tetap saja membimbingku dengan ketulusan.
Akankah ku bisa memberikan ucapan syukur beliau?
Saat diriku beranjak masa remaja.
Rasa keingintahunku pun memuncak.
Pengetahuanku mengenai ini dan itu pun berkembang.
Senangnya diriku, aku mulai bisa banyak hal.
Mama dan papa dengan setia di belakangku.
Bagai tameng dalam perang.
Yah... Tidak!
Dulu, tulisanku sangatlah jelek seperti cakar ayam.
Menonton kartun adalah hobiku.
Membaca adalah hal yang paling ku anti.
Berolahraga?
Oh jangan pernah di tanya, aku tak suka hal itu.
Sesak selalu menghampiriku saat berlari.
Aku pikir itu karna belum terbiasa.
Kita bisa karena biasa kan, sobat?
Kini...
Diriku terpaku di sisi kamar.
Sedang mengetik beberapa kata.
Kata-kata yang mungkin tak berarti bagi kalian,
tapi selalu jelas di benakku.
Yah...
Apakah sekarang aku sudah beranjak dewasa?
Oh... Tentu tidak sobat!
Aku masih terlalu kecil untuk memulai sesuatu yang mungkin di anggap beberapa orang adalah tindakan orang dewasa.
Hei, aku masih 15 tahun sobat.
Saatnya aku mencari apa minatku, bahkan menguak bakat-bakat yang mungkin terpendam.
Setiap insan pasti di beri karunia oleh Tuhan.
Dan mungkin saja, belum kalian ketahui.
Saatnya kita berburu harta karun kita, sobat.
Menentukan sebuah komitmen.
Memilih sebuah pilihan.
Pilihan kita saat ini sangaaaat berguna buat masa depan kita.
Jujur, sampai detik ini, aku masih terlalu ragu untuk memilih ini atau pun itu.
Syukur, mama papa senantiasa akan membantuku.
Dewasa bukan di tentukan oleh usia,
aku pikir, dewasa terpancar dari pola pikir dan tanggung jawab kita.
Tap... Tap... Tap...
Saatnya untuk berkarya sepuaaaaasnya, sobat.
Apa yang menjadi mimpi teman-teman saat ini,
kejarlah terus dan mungkin dalam perjalanan akan mengalami kendala,
yah biarkanlah saja kendala itu datang, yang terpenting semangat, doa, dan kerja keras kita.
Mimpi?
Yah, aku juga punya mimpi.
Tak terlalu muluk.
Cukup sederhana.
Bahkan raga serta jiwa-ku pun berkehendak.
Mimpiku,
Di suatu senja, aku sedang menatap langit bersama keluarga super-ku.
Duduk di taman sambil menyeduh teh hangat dan biskuit.
Melihat kedua orang tua-ku yang luaaaar biasa sedang mengobrol bahagia.
Hari yang panjang sobat, karena ku baru menyelesaikan pendidikan masterku di negara tersebut.
Di negara yang penuh dengan sisa-sisa tembok Berlin, Postdamer Platz, Branderburger Tor, Check Point Charlie, Reichstaggebaüde (Gedung DPR), melihat passage-passage di sekitar Hamburg, oh tidaaaak, pegunungan Alpen.
Negara yang pernah di kuasai oleh Adolf Hitler.
Bolehkah aku bermimpi, Tuhan?
Atau, bolehkah aku pergi mengunjungi keluarga nenek dan kakek Hommes di negara yang di pimpin oleh pak Barack Obama?
Atau, mampir ke keluarga nenek Marrie Barth yang berasal dari negara pembuat swiss army watch?
Yah...
Mimpi.
Jangan pernah berhenti bermimpi.
Karna mungkin saja, mimpi-mimpimu itu direstui oleh Tuhan.
Aku percaya, Tuhan sudah punya skenario indah buat kehidupan kita.
Tapi aku harus kembali ke dunia nyata, sobat.
Berpikir dengan lebih realita.
Lupa!
Lebih giat belajar. Dan berdoa.
Tentu saja, perjalanan kehidupanku baru saja dimulai.
Dengan cinta akan ku lalui garis finish itu.
Bantu aku Tuhan!
Aku hanya membutuhkanMu.
Terima kasih.
Cintaku hanya untukMu.
Salam sayaaaaang :*
Dari anakMu,
Chacan
aku tak tak pernah tahu apa yang menjadi minatku.
Aku tak mengerti apa yang ku pinta.
Aku tak paham apa harapku.
Dulu...
Aku terlalu polos untuk melihat keajaiban alam.
Mengulum senyum saat menatap langit malam.
Entah sudah berapa bintang yang ku kagumi.
Namun aku belum menetapkan bintang-ku secara pasti.
Beberapa bulan pun berlalu.
Aku masih saja bermain di kebun belakang rumah (Palu, SulTeng)
Sambil memperlihatkan pipi gembul, mata agak sipit, rambut serta poni hitam pendek.
Aih... Sebegitu mungilkah diriku saat itu?
Oh... tap... tap... langkah-langkah kecilku mulai terhimpun.
Senyum kasih mama dan papa selalu menyelimutiku.
Beliau telah begitu banyaaaak mengajariku banyak hal.
Dari yang sederhana hingga hal-hal yang tak mampu ku jangkau.
Tapi, beliau tetap saja membimbingku dengan ketulusan.
Akankah ku bisa memberikan ucapan syukur beliau?
Saat diriku beranjak masa remaja.
Rasa keingintahunku pun memuncak.
Pengetahuanku mengenai ini dan itu pun berkembang.
Senangnya diriku, aku mulai bisa banyak hal.
Mama dan papa dengan setia di belakangku.
Bagai tameng dalam perang.
Yah... Tidak!
Dulu, tulisanku sangatlah jelek seperti cakar ayam.
Menonton kartun adalah hobiku.
Membaca adalah hal yang paling ku anti.
Berolahraga?
Oh jangan pernah di tanya, aku tak suka hal itu.
Sesak selalu menghampiriku saat berlari.
Aku pikir itu karna belum terbiasa.
Kita bisa karena biasa kan, sobat?
Kini...
Diriku terpaku di sisi kamar.
Sedang mengetik beberapa kata.
Kata-kata yang mungkin tak berarti bagi kalian,
tapi selalu jelas di benakku.
Yah...
Apakah sekarang aku sudah beranjak dewasa?
Oh... Tentu tidak sobat!
Aku masih terlalu kecil untuk memulai sesuatu yang mungkin di anggap beberapa orang adalah tindakan orang dewasa.
Hei, aku masih 15 tahun sobat.
Saatnya aku mencari apa minatku, bahkan menguak bakat-bakat yang mungkin terpendam.
Setiap insan pasti di beri karunia oleh Tuhan.
Dan mungkin saja, belum kalian ketahui.
Saatnya kita berburu harta karun kita, sobat.
Menentukan sebuah komitmen.
Memilih sebuah pilihan.
Pilihan kita saat ini sangaaaat berguna buat masa depan kita.
Jujur, sampai detik ini, aku masih terlalu ragu untuk memilih ini atau pun itu.
Syukur, mama papa senantiasa akan membantuku.
Dewasa bukan di tentukan oleh usia,
aku pikir, dewasa terpancar dari pola pikir dan tanggung jawab kita.
Tap... Tap... Tap...
Saatnya untuk berkarya sepuaaaaasnya, sobat.
Apa yang menjadi mimpi teman-teman saat ini,
kejarlah terus dan mungkin dalam perjalanan akan mengalami kendala,
yah biarkanlah saja kendala itu datang, yang terpenting semangat, doa, dan kerja keras kita.
Mimpi?
Yah, aku juga punya mimpi.
Tak terlalu muluk.
Cukup sederhana.
Bahkan raga serta jiwa-ku pun berkehendak.
Mimpiku,
Di suatu senja, aku sedang menatap langit bersama keluarga super-ku.
Duduk di taman sambil menyeduh teh hangat dan biskuit.
Melihat kedua orang tua-ku yang luaaaar biasa sedang mengobrol bahagia.
Hari yang panjang sobat, karena ku baru menyelesaikan pendidikan masterku di negara tersebut.
Di negara yang penuh dengan sisa-sisa tembok Berlin, Postdamer Platz, Branderburger Tor, Check Point Charlie, Reichstaggebaüde (Gedung DPR), melihat passage-passage di sekitar Hamburg, oh tidaaaak, pegunungan Alpen.
Negara yang pernah di kuasai oleh Adolf Hitler.
Bolehkah aku bermimpi, Tuhan?
Atau, bolehkah aku pergi mengunjungi keluarga nenek dan kakek Hommes di negara yang di pimpin oleh pak Barack Obama?
Atau, mampir ke keluarga nenek Marrie Barth yang berasal dari negara pembuat swiss army watch?
Yah...
Mimpi.
Jangan pernah berhenti bermimpi.
Karna mungkin saja, mimpi-mimpimu itu direstui oleh Tuhan.
Aku percaya, Tuhan sudah punya skenario indah buat kehidupan kita.
Tapi aku harus kembali ke dunia nyata, sobat.
Berpikir dengan lebih realita.
Lupa!
Lebih giat belajar. Dan berdoa.
Tentu saja, perjalanan kehidupanku baru saja dimulai.
Dengan cinta akan ku lalui garis finish itu.
Bantu aku Tuhan!
Aku hanya membutuhkanMu.
Terima kasih.
Cintaku hanya untukMu.
Salam sayaaaaang :*
Dari anakMu,
Chacan